Selasa, 29 Januari 2019

Timwork Building

Timwork Building

Menanti Peran Pemuda Dan Mahasiwa Dalam Roda Pembangunan Pemerintahan Desa.

Oleh : Andry Djayadi, S.H
Semenjak diterbitkannya Undang-undang (UU) Desa No.6 tahun 2014 telah terjadi perubahan paradigma besar dalam kedudukan Desa dan perannya. Desa yang dulu dianggap sebagai objek pembangunan, kini menjadi subjek pembangunan yang mempunyai peran penting dalam pembangunan suatu bangsa dan Negara.
IMG_20181230_115825_359[1].jpg
Apalagi semenjak di gelontorkannya Anggaran dana Desa (ADD) di awal tahun 2016 telah membuat Desa semakin lengkap dan sempurna dengan hak-hak keuangan dan regulator yang dimilikinya, bahkan di tahun 2019 Pemerintah telah menganggarkan ADD sebesar 73 Triliun (jumat,19 okt 2018,detik.com.)
Tentunya ADD yang fantastis tersebut harus dibarengi dengan kualitas dan tanggung jawab setiap Desa dalam mengelolanya, mulai dari infrastruktur Desa (jalan Desa,irigasi Desa, sarana olahraga, sanitasi dll) dan kemandirian ekonomi Desa dengan memanfaatkkan BUMdes untuk mengola segala SDA yang dimiliki setiap Desa, namun sayangnya penyerapan dana sebesar itu ,masih jauh berbeda dengan kondisi riil Desa di lapangan. Bahkan ADD tersebut konon hanya untuk digunakan oleh oknum kepala Desa untuk memperkaya diri,keluarga,sanak-kolega atau bahkan istri muda.
Lantas apa hubungannya pemuda dan mahasiswa dalam roda kekuasaan pemeritahan Desa,? Pemuda adalah adalah golongan manusia muda yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan kearah yang lebih baik, agar dapat melanjutkan dan mengisi pembangunan yang kini telah berlangsung, sedangkan Definisi mahasiswa diambil dari suku kata pembentuknya. Maha dan Siswa, atau pelajar yang paling tinggi levelnya. Sebagai seorang pelajar tertinggi, tentu mahasiswa sudah terpelajar, sebab mereka tinggal menyempurnakan pembelajarannya hingga menjadi manusia terpelajar yang paripurna. Sehingga duet antara kedua golongan ini adalah sebuah kata kunci dalam sebuah perdaban pembangunan khususnya Desa. Sejarah telah mencatat sepak terjang pemuda dan mahasiswa dalam perjalanan bangsa ini. Bahkan bapak presiden pertama republik Indonesia terkenal dengan slogannya “…berikan aku 10 pemuda maka akan kugoncangkan dunia ini.”
Desa ,pemuda dan mahasiswa adalah subjek yang tidak dapat dipisahkan yang secara demografis dan sosiologis akan selalu berada dalam satu lingkaran. Walupun secara ldiologis dan visi mereka kadang saling apatis, acuh atau bahkan berhadap-hadapan. Namun tidak bisa dipungkiri Peran pemuda dan mahasiswa sangat penting dan wajib dalam roda pemerintahan agar putarannya tetap stabil dan tidak keluar dari rel yang telah di amanahkan oleh UU Desa. Ada 3 hal mengapa peran pemuda dan mahasiswa penting dan wajib dalam roda pemerintahan Desa :
  1. Pemuda dan mahasiswa sebagai agen perubahan (Agent of Change­), pemuda dan mahasiswa sebagai generasi milenial yang masih memiliki kesehatan yang bugar dan gagasan-gagasan fikir yang brilian sudah seharusnya mampu memberikan perubahan kearah Desa yang lebih baik dengan memberikan kritik ketika salah dan memberikan solusi-sulusi terbaik dalam pembangunan sebuah Desa yang ideal.
  2. Pemuda dan mahasiswa sebagai (agen of control social), Pemuda dan mahasiswa juga wajib menjaga dan mengawal  amanah rakyat Desa yang dititipkan kepada pemerintah Desa yang berkuasa agar langka-langka Desa tetap pada arah kompas yang telah di sepakati oleh masyrakat Desa dan tidak merugikan masyarakat Desa.
  3. Kewajiban Tri Darma perguruan tinggi yang terpatri dalam setiap insan mahasiswa. Di kampus tempat menimbah ilmu dan meneliti, maka hasil akhirnya dalah pengabdian yang riil yang dapat dirasakan oleh orang banyak dan nyata khususnya masyarakat Desa
Apalagi filosofi keluarnya kebijakan hak keuangan berupa ADD adalah agar dapat menciptakan lapangan kerja di desa, sehingga tak ada lagi istilah pemuda Desa masuk kota dengan alasan memperbaiki nasib, dan kelak apa yang di dapatkan mahasiswa di bangku kuliah dapat kembali dan di aplikasikan di Desanya. Karna sejatinya mahasiwa Desa adalah dari Desa oleh dan untuk kembali ke Desa, sebab jika bahagia warga Desanya maka bangsa dan Negara akan Kuat dan Mandiri. Ayo Pemuda dan Mahasiswa saatnya Sama-sama bangun Desa...!!!
“(30/12/2018).
“Penulis Merupakan Inisiator Dan Dewan Pembina Dalam FPPT (Forum Pelajar Dan Pemuda Torobulu).

#2019 Pemuda Desa Menuju Parlemen.

Oleh : Andry Djayadi, S.H
IMG-20190101-WA0004[1]
Tak terasa 4 (empat) bulan lagi (17 april 2019) akan dilaksanakan pemilihan umum (PEMILU) serentak untuk memilih presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dan DPD. Berbagai macam kepribadian orang dari berbagai jenis suku, agama, pekerjaan, artis, dan profesi yang telah terdaftar sebagai daftar calon tetap (DCT) di KPU dan kini menjadi calon legislative (CALEG) baik tingkat pusat maupun daerah dalam pemilu 2019 yang kini tinggal menghitung bulan.
Tidak mengherankan jika caleg-caleg yang terjun dalam pemilu adalah orang-orang yang terkenal dan tenar seperti, seorang tokoh, artis, pengusaha, dosen dan biasanya adalah para pensiunan karena kursi parlemen konon hanya bisa di duduki oleh orang-orang berjas, ber’uang, memiliki banyak pengalaman dan kenalan
Namun hal itu berbeda dengan sebuah desa yang berada di bibir laut sulawesi tenggara bernama Torobulu. Desa yang terletak di kecamatan Laeya kabupaten Konawe Selatan (KONSEL) itu, yang secara geografis sangat jauh dari hiruk pikuk perkotaan dan ibu kota provinsi/kabupaten yang dekat dengan pembangunan dan kemajuan. Betapa tidak sebutan anak desa yang selalu disematkan dengan konotasi negatif seperti : kolot, kuno, gagap teknologi dan sulit bersaing dengan orang kota, kini terbantahkan. Tidak tanggung-tanggung desa yang berada di paling sudut itu tercatat memiliki 3 orang pemuda desa yang turut mewarnai surat suara kali ini dan bertarung dalam pemilihan anggota Parlemen/DPRD kabupaten konsel di daerah pilih (dapil) III (Tiga) yakni (Baito, Lainea, Laeya, Wolasi, Konda, Palangga Selatan Dan Palangga), yang siap memperebutkan 10 kursi di parlemen kabupaten. Ini merupakan sejarah pertama di desa tersebut yang masyarakatnya maju 3 (tiga) orang sekaligus. Berikut pemuda tersebut :
  1. Andi Aswan Apriliansyah, S.H
pemuda kelahiran 05 april 1995 ini adalah anak dari pasangan bapak Andi Sain dan ibu Yesse Majid selaku kepala desa Torobulu. Saat ini Andi Aswan terdaftar sebagai caleg dari partai Golkar nomor urut 8 (delapan). Pemuda lulusan sarjana hukum ini memiliki motto hidup, “tidak ada yang tidak mungkin ketika kita mau berusaha dan berdoa.” Karena itulah yang membuatnya yakin dalam pertarungan politik di 2019 ini, “saya ingin membuktikan bahwa pemuda itu mampu memperjuangkan hak dan kepentingan masyarakat banyak, sehingga kedepannya banyak pemuda yang temotifasi untuk memajukan daerahnya dan tidak hanya menjadi penonton tetapi menjadi pelaku dalam perubahan daerah.” Ujar aswan yang saat ini juga menjabat sebagai ketua pekerja PT. Wijaya Inti Nusantara (WIN).
  1. Nilham, S.Pd.
Pemuda lulusan 2011 universitas haluoleo  ini adalah pendiri Himpunan Mahasiswa Pelajar (HMP) Konsel Yang kini tercatat sebagai caleg dari partai PKS nomor urut 1 (satu). Disamping Beliau juga di kenal sebagai pengusaha muda yang sukses, beliau juga tercatat ini kali ke duanya mengikuti kontestasi Pemilu di Dapil yang sama. Memiliki pandangan hidup, ” jangan berhenti berbuat kebaikan, bekerjalah dengan ikhlas dan penuh tangung jawab.” Hal inilah yang meneguhkannya untuk kembali ikut bertarung. Menurutnya ini bukan hanya soal pemilu tetapi wadah untuk berbuat baik dan membuktikan kemasyarakat bahwa dirinya serius ingin memperbaiki SDM khususnya generasi muda di desa. “saya ingin berbuat lebih banyak untuk orang lain, fokus utama saya ingin meningkatkan sumber daya manusia utamanya generasi muda dan memastikan tidak ada lagi anak yang putus sekolah, jaminan kesehatan dan pengobatan dirumah sakit dan memfasilitasi masyarakat dalam pengurusan KTP dan KK.” Ujarnya disela-sela kesibukanya menjadi Papa muda.
  1. Suparlin, S.pd.
Pemuda kelahiran 6 februari 1994 ini memiliki latar belakang aktivis Pelajar Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) juga saat ini menjabat sebagai ketua ikatan alumni (IKANI) SMPN 38 konawe selatan. Dengan mengendarai partai NASDEM bernomor urut 7 (Tujuh), membuatnya yakin untuk mendaptakan kursi di parlemen 2019. Berprinsip “ Peduli, jujur dan kerja keras.” menjadi modalnya untuk maju dan bertarung dalam kontestasi politik di 2019. “ Bidang Pendidikan, Pertanian, Nelayan dan Pertambangan adalah hal yang menjadi prioritas yang akan saya aspirasikan.” tutup suparlin disela-sela kesibukannya sebagai ketua panitia perlombaan perayaan tahun baru 2019 yang di adakan di desa torobulu.
Sekali lagi selamat berjuang wahai para tokoh pemuda desa, apapun yang terjadi yakinlah bahwa semua adalah ketetapan dari Sang maha pencipta. Teruslah memotifasi dan berbuat di daerah tercinta, dengan memanfaatkan ilmu dan pengalaman yang telah engkau miliki, hingga akhirnya niat sucimu akan mengantarkanmu menuju parlemen di 2019.
#2019Pemuda Desa Menuju Parlemen
#2019Anak Desa Menang.

“Penulis Merupakan Inisiator Dan Dewan Pembina FPPT (Forum Pelajar Dan Pemuda Torobulu).
“Nama Caleg di urut berdasarkan Abjad

Eksplorasi Filosofis

Oleh : Misteri Awan Hitam

filsuf berfikir
Ini hanya solusi untuk menemukan jalan terhadap permainan hukum di indonesia. Menurutku Bahasa amat penting untuk memahami dan menghindari perdebatan keadilan yang abstrak..
Ada  pengembangan fakta aturan (nuansa politis) dan fakta hukum (nuansa hukum) dan agar fakta aturan tersebut mendapatkan nuansa hukumnya mestilah harus di uji di masyarakat. Ada lagi satu hal yang tidak boleh dilupakan Untuk menghadirkan fakta aturan itu mungkin lebih baik kita melihat dengan kacamata habermas(penerus dari Teori Kritis) dalam perspektif moral, pertama yang mana hanya norma di sepakati oleh yang terlibat saja dan itu di anggap sah, kedua adanya prinsip universal makna, artinya sebuah norma dianggap sah jika maknanya dapat di perhitungkan..
Menurutku dua prinsip ini cukup baik untuk menstabilkan fakta hukum itu sendiri karena nuansa yang rasional maka sejauh itu juga fakta itu dapat di terima. Lebih jelasnya jika menguji fakta hukum itu dengan dua prinsip itu maka dapat di bedakan, sebaliknya jika tidak memenuhi dua prinsip itu maka itu dapat dianggap perasaan semata.
Tetapi untuk membuka ruang itu semua kita harus sepakat dulu bahwa semua itu harus melalui pra-anggapan (seperti yang dilakukan oleh Karl Popper) sehingga terbuka kesempatan untuk melakukan penyanggahan.  Memandang semua manusia sama, sehingga adanya jaminan hak bagi manusia untuk menyampaikan pandangannya secara bebas..
Sebagai perumpamaan saya contohkan misalnya sebuah lembaga pengadilan memainkan perannya demi melindungi sebuah koherensi tatanan hukum sehingga Hakim tidak lagi dapat menggunakan kemampuan profesionalnya dalam mengambil keputusan karena polanya sudah diarahkan pada kebutuhan pragmatis. Ada lagi satu contoh yang sangat ironis permainan asas praduga tak bersalah yang acap kali dimainkan oleh seorang Pengacara yang membela tersangka/Cliennya dan membuat proses hukum menjadi rumit.
Pengacara tersebut membangun argumentasi melalui fakta hukum ke fakta aturan, dengan kata lain pengacara tersebut menyusun pertanyaan nya mulai dari asas yang umum, ke kasus yang kongkrit. Kesimpulan hukum pun sudah di pastikan tidak akan menggunakan asas hukum dalam fakta aturan tetapi menjadikan kasus tersebut menjadi urusan non hukum. Padahal mereka adalah para pelaku penegak hukum. (Betapa aneh)...