Sabtu, 25 Mei 2019

Pembatasan Akses Media Sosial...! : Pemerintah Telah Mencedrai Konstitusi.!!!


Oleh : Andry Djayadi, SH

Deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM) dan warga negara adalah salah satu dokumen fundamental dari revolusi Prancis, menetapkan sekumpulan hak-hak individu dan hak-hak kolektif manusia. Diadopsi pada 26 agustus 1789, oleh majelis konstituen nasional, sebagai langkah awal untuk penulisan sebuah konstitusi.

HAM adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai  warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.

Indonesia sebagai negara yang pernah mengalami betapa kelamnya hidup tanpa jaminan HAM warga negara selama 32 tahun (masa orde baru), maka Indonesia pun kini menjadi salah satu negara HAM terbaik di tataran konstitusinya (UUD NRI 1945). Tidak main-main bahkan pasca amandemen ke-IV sekitar 13 pasal dan 29 ayat yang berisi tentang jaminan HAM mewarnai dan turut menjadi nafas konstitusi Indonesia (Pasal 27-29). Lebih konkrit dalam pasal Pasal 28F UUD NRI 1945 secara eksplisit menyatakan, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”

Sayangnya dalam kanyataannya, ayat-ayat konstitusi tersebut hanya menjadi teks mati akhir-akhir ini, apalagi pasca penetapan hasil pemilu 2019 oleh KPU (21 mei 2019). Bagaimana tidak kegiatan informasi dan komonikasi via online/social media (medsos) tiba-tiba “DIBATASI”, hilang dan terputus begitu saja. Seperti : whatshaap, instagram, dan beberapa aktifitas medsos lainnya sampai waktu yang tidak ditentukan.

Sudah menjadi fakta bahwa kehidupan warga negara di zaman milenial ini tidak bisa lagi di pisahkan dari aktifitas medsos, saat ini medsos bukan hanya menjadi sarana informasi dan komunikasi saja tetapi telah bertransformasi menjadi aktifitas keseharian dan tempat mencari kehidupan. Sebut saja Transaksi online seperti Olshoop,Grap, Gojek dll, medsos telah menjadi nafas satu-satunya.

Kebijakan Pemerintah Melalui Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) yang melakukan pembatasan sementara dan bertahap sebagian akses platform media sosial dan pesan instan sampai waktu yang tidak ditentukan dengan dalih untuk membatasi penyebaran atau viralnya informasi hoaks yang berkaitan dengan Aksi Unjuk Rasa Damai pengumuman hasil Pemilihan Umum Serentak 2019 di Jakarta, Dianggap  terlalu berlebihan oleh bebrapa pihak, sebab jika hanya alasan ketakutan beredarnya berita hoax tentang kejadian 22 mei 2019 di jakarta beredar, bukankah Pemerintah telah memiliki senjata yang ampuh yang bernama UU ITE yang sangat efektif untuk menjerat pelaku Hoax, Bahkan sudah tidak terhitung betapa banyak yang telah mendekam di buih karena ulah jari-jemarinya di medsos, tidak ketinggalan aktifis sekaliber Ratna Sarumpaet (RS) pun tidak berkutik di hadapkan dengan UU ITE. Tentu ini telah di pertimbangkan jauh-jauh sebelumnya oleh pengguna medsos sebelum bertindak.

Apalagi dalam negara hukum demokrasi seperti Indonesia tentulah hal-hal seperti : Pemilu, aksi demonstrasi, penyampaian pendapat melalui lisan ataupun tulisan dan oposisi, sudah menjadi pemandangan yang lumrah di Indonesia. sebagai negara yang telah 4 kali menyelenggarakn pemilihan umum presiden dan wakil presdien (Pilpres) tentulah bangsa dan rakyat indonesia sudah matang betul dengan fase-fase pemanasan bola demokrasi, toh semua pasti berakhir dan bersatu paca upaya hukum di mahkamah konstitusi (MK), yang kalah wajar bila kecewa, hati boleh panas tapi kepala harus tetap damai, sebab sampai kapanpun oposisi akan tetap ada dalam tubuh demokrasi.

Begitupun aparat dan pemerintah yang bertugas di harap tidak terlalu berlebihan dalam mengambil tindakan, jangan sampai terjadi lagi aksi penembakan demonstran seperti di masa orba, pelanggaran HAM berat, apalagi sampai mematikan akses media yang ujungnya tidak hanya di rasakan dalam kehidupan politik tetapi semua lapisan kehidupan warga Negara bahkan merugikan rakyat banyak dan usaha online, mengingat medsos sudah menjadi kebutuhan pokok dalam mengikuti perkembangan zaman, apalagi terkait kebebasan berpendapat (demonstrasi) dan menggunakan aktifitas medsos untuk mendapatkan informasi dan komunikasi merupakan jaminan Konstitusi, melarangnya sama saja tela mencedrai cita-cita luhur para pembentuk dan nafas konstitusi itu sendiri. 

Kebebasan dan ketertiban haruslah seimbang, jangan berat seblah yang berujung rusaknya tatanan kehidupan demokrasi, berbagsa dan bernegara.

Terkahir penulis berharap kepada seluruh rakyat Indonesia untuk menyongsong perdamaian abadi dan akal sehat. MK masih terbuka sebagai jalan terkhir perjuangan kandidat Pilpres. Pasca putusan MK tidak ada lagi 01 dan 02 mari melebur menjadi sila ke-03 pancasila, yakni” persatuan indonesia.” Dengan menjadikan Hukum sebagai Panglima, Bukan yang lain...!!!

                                                             
                                                                    *penulis merupakan pengurus Law Studi Club UNTAD


Tidak ada komentar:

Posting Komentar